Menuju Baik Itu Baik

Hijrah adalah jembatan untuk kita meraih kebaikan, meski kadang jalannya tak semudah yang kita duga. Banyak aral melintang yang tak kita sangka datang tanpa diminta. Namun, untuk selalu menjadi baik dari hari ke hari adalah tantangan tersendiri bagi orang yang mau berhijrah. Setiap manusia mesti berhijrah, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Meninggalkan perbuatan yang buruk menuju kebajikan itulah definisi hijrah. Hijrah dengan perbuatan, dengan lisan, atau dengan hati. Dari “abdullah bin ‘Amru ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Muslim yang sempurna adalah yang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang.” (HR. Bukhari)

Dalam Fath al-Baari, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa dalam hadits diatas, terdapat dua arti hijrah, yaitu hijrah secara batin dan hijrah secara lahiriah. Yang pertama yaitu dengan meninggalkan hawa nafsu yang menyeret kepada keburukan, dan meninggalkan rayuan setan yang selalu menerkam. Yang kedua, hijrah secara lahiriah, yaitu dengan menyelamatkan agamanya dari terpaan fitnah atau kerusakan, kekacauan, dan kerancuan.

Berhijrah itu banyak godaannya. Kadang kita merasa telah berubah, padahal masih berjalan di tempat, belum bergerak. Kadang kita merasa telah jenuh, sebab orang lain selalu menilai niat baik kita dengan gulungan penilaian buruk. Bertahanlah meski sulit, karena berhijrah itu memang membutuhkan kesabaran dan proses. Ingatlah firman Allah:

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,’Kami telah beriman’ dan mereka tidak diuji?” (Q.S. Al ‘Ankabut [29]: 2)

Ya, ujian dalam berhijrah merupakan neraca ketulusan dan kualitas iman seseorang. Tentu saja hijrah yang diperintahkan oleh Allah tidak lain untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama, meskipun banyak goda dan coba.

Sungguh tepat kiranya bila dikatakan bahwa iman tanpa hijraj tidak akan bermakna, begitu pula hijrah tanpa jihad berarti tidak berbuah. Bahkan, hijrah disebutkan dalam Al-Quran berulang kali, bebrapa diantaranya yaitu di surah Al Baqarah ayat 218, surah Ali ‘Imran ayat 195, Al-Anfaal ayat 72-75, At-taubah ayat 20, An-Nahl ayat 41 dan 110, serta surah Al-Hajj ayat 58.

Ketika Rasulullah SAW merasa keselamatan umatnya terancam di kota Mekkah, beliau menganjurkan kaum muslimin berhijrah ke Madinah. Ya, perubahan akan tercapai bila kita sendiri mau berubah menuju kebaikan. Perintah Allah terkait hijrah:

“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menxalimi diri sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bagaimana kamu ini?’ mereka menjawab, ‘Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekkah); Mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?’ Maka orang-orang itu tempatnya di neraka jahannam, dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Q.S. An-Nisaa [4]: 97)

Hijrah tidak melulu fisik. Kita juga perlu hijrah hati nurani, hijrah secara spiritual dari keadaam sebelumnya yang kurang baik menjadi lebih baik, atau yang biasa disebut dengan “hijrah menuju kebaikan”.

Ingatlah, begitu kita memilih untuk berjalan di jalan yang lebih baik, rintangan akan siap siaga mengadang. Mengapa? Karena yang kau cari dan yang kau kejar adalah jalan menuju surga, dan jalan untuk ke sana tentu tak dapat diraih hanya dengan asa yang setengah-setangah. Jadi, istikamalah saat kau telah memilih untuk kembali kepada jalan Allah, meski hal itu sangat membelenggu diri.

Sumber : A.R. Shohibul Ulum, Perbaiki Diri, Perbarui Hati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *