Setidaknya ada tiga binatang kecil yang menjadi nama toga surah dalam Al-Qur’an, yaitu An Naml (Semut), Al-‘Ankabuut (laba-laba), dan An-Nahl (lebah). Masing-masing binatang ini memiliki karakter khas yang bisa menjadi kiasan dari kehidupan manusia.
Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun, padahal usianya sendiri tidak lebih dari satu tahun. Semut adalah makhluk hidup dengan populasi terpadat di dunia. Perbandingannya, untuk setiap 700 juta semut yang muncul di dunia, hanya terdapat kelahiran 40 manusia.
Semut makhluk disiplin dalam hal pembagian tugas kerja. Ada semut pekerja yang bertugas merawat dan mencari makanan, semut prajurit yang bertugas melindungi koloni, dan ratu semut yang bertugas meningkatkan jumlah semut dalam koloninya.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa semut memiliki jaringan komunikasi yang sangat kuat. Jal ini terlihat dari kerja samanya yang baik dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari. Semut juga termasuk binatang yang sangat kuat. Seekor semut mampu mengangkat beban beratnya tiga kali lipat dari berat tubuhnya.
Lain halnya dengan laba-laba, Allah SWT berfirman:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (Q.S. Al-‘Ankabuut : 41)
Ayat di atas menggambarkan bahwa orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung tak ubahnya seperti laba-laba yang membuat sarangnya. Dan sebagaimana diketahui, sarang laba-laba merupakan rumah yang paling lemah. Para ulama tafsir menjelaskan, hal itu karena sarang laba-laba tak mampu menjadi pelingdung dari cuaca panas, tidak mampu menjadi pelindung dari hujan, tak mampu menjadi pelindung dari terpaan angin, juga tak bisa menjadi pelindung dari rasa dingin. Terbuktilah bahwa sarang laba-laba menjadi rumah paling rapuh. Pada saat yang sama, terbukti pula mukjizat ilmiah yang diungkap dalam ayat di atas.
Para ilmuwan mengatakan, umumnya yang membuat sarang adalah laba-laba betina. Ia bertingkah di depan sarangnya agar sang jantan terpincut dan mendekatinya. Setelah laba-laba jantan berada di sarang dan mengawini laba-laba betina, laba-laba betina itu akan menangkap dan memangsanya. Bahkan, ia akan memangsa anak-anaknya jika mereka tidak sempat kabur. Lengkaplah kelemahan laba-laba jantan, kelemahan anak-anaknya, dan kelemahan sarang laba-laba betina dari fungsi nya.
Di samping kelemahan, terdapat kelebihannya. Demikian pula sarang laba-laba. Di samping kelemahan karena fungsinya yang tidak bisa menjadi pelindung panas, dingin, hujan, dan angin, sarang laba-laba memiliki kelebihan yang tak bisa dikesampingkan. Di antaranya, sarang laba-laba bisa menjadi sumber makanan bagi pembuatnya, membantu pembuatnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau berkomunikasi dengan laba-laba lain di sekitarnya. Keadaan jaring laba-laba ternyata berbeda-beda, ada yang halus dan tipis, ada yang tebal, ada yang tidak lengket, dan ada yang lengket, sehingga berfungsi menjadi perangkap mangsa pembuatnya.
Suatu penelitian menyebutkan, walau sarang laba-laba terlihat rapuh, tapi ada jaring laba-laba yang lebih kuat dari rompi antipeluru. Jaring laba-laba jenis Caerostris Darwini ternyata 6 kali lebih kuat dari kevlar yang menjadi bahan utama rompi ant peluru. Selain itu, jaring laba-laba juga ternyata ada yang berwarna kuning emas.
Lantas, bagaimana dengan lebah?
“Dan tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, ‘Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (Q.S. An-Nahl : 68)
Sarang lebih berbentuk segi enam, bukan lima atau empat, agar tidak boros tempat. Segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Makanan lenah adalah bunga. Lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya berupa lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Lebah sangat disiplin dalam pembagian kerja, ada lebah yang berfungsi sebagai lebah pekerja, lebah pejantan, dan lebah ratu. Ia tak pernah ingkar dari pekerjaannya. Budaya lebah dapat menjadi cermin bagi kita, karena lebah tidak merusak dan tidak merugikan orang laib, bahkan sangat menguntungkan. Lebahpun tidak menganggu, kecuali jika ada yang menganggunya.
Alangkah tepat jika mukmin diibaratkan sebagai lebah. Mereka tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat, dan jika menimpa sesuatu, ia tidak merusak dan tidak pula memecahkannya. Mereka tidak boros, tidak suka makan atau mengambil haknya orang. Yang dimakannya adalah sari pati bunga, dan ketika mengambil sari pati itu, mereka tidak membuat bunga itu rusak.
A.R. Shohibul Ulum. Perbaiki Diri, Perbaiki Hati